Nama
Kebundadap tidak bisa dipisahkan dengan cerita asal muasal pohon dadap yang
ditemukan oleh Mbah Adi. Mbah Adi merupakan sesepuh desa yang sangat disegani
didesanya, beliau juga sering melakukan pertapaan di tempat-tempat yang
dianggap sakral oleh penduduk desa.
Suatu
ketika saat Mbah Adi melakukan pertapaan di tempat yang sering beliau datangi
untuk bertafakur kepada Yang Maha Kuasa. Beliau di kagetkan dengan jatuhnya
sebuah benda, setelah beliau lihat ternyata yang jatuh adalah sebuah
biji-bijian yang baru pertama kali beliau temui.
Sepulang
dari tempat pertapaan, beliau singgah di pemakan putih dusun Panggulan dan menaburkan biji-bijian yang
ia temukan di tempat bertapanya. Hari demi hari berganti minggu, minggu pun
bermetaforfosis menjadi bulan, bulan demi bulan beranjak menjadi tahun, buah
yang Mbah Adi tabur di sekitar pemakan putih tumbuh subur dan rimbun dengan
pohonnya yang memiliki duri hitam kecil hampir di semua batang pohonnya dan
kemudian Mbah Adi menamainya dengan pohon dadap.
Seiring
berjalannya waktu pohon dadap menyebar di seluruh desa dari ujung barat hingga timur,
dari utara ke selatan sehingga banyak warga yang menanamnya untuk di jadikan
sebagai pagar hidup di sekitar pekarangan rumahnya. Dengan banyaknya pohon
dadap yang tumbuh di desa sehingga terlihat seperti sebuah kebun dadap dan Mbah
Adi memutuskan memberi nama desa ini dengan nama Kebundadap.
Sebelum
Indonesia meraih kemerdekaannya desa Kebundadap Barat dan desa Kebundadap Timur
masih menjadi satu desa yaitu desa Kebundadap. Namun, setelah kemerdekaan
Indonesia desa Kebundadap dipecah menjadi dua desa, yaitu desa Kebundadap Barat
dan desa Kebundadap Timur.
Didesa
Kebundadap Timur terdapat empat dusun yang masing-masing dusun memiliki cerita
tentang asal usul nama dari setiap dusun. Di awali dari cerita kiai Nur Alam
yang bertempat tinggal di dusun Katapang,
beliau merupakan salah satu sesepuh desa yang juga disegani. Dusun Katapang yang berada diujung timur desa
Kebundadap Timur dan berbatasan langsung dengan desa Tanjung, kata Ketapang
berasal dari kata Pertapaan merupakan tempat untuk bertapanya para sesepuh desa
salah satunya ialah Kiai Nur Alam.
Dusun
Panggulan, sekalipun dusun Katapang merupakan tempat pertapaan
namun warga dusun Katapang dan dua
dusun lainnya tidak bisa mengalahkan kehebatan dari dusun Panggulan. Karena warga dusun Panggulan
lebih unggul dari pada dusun Katapang
maka oleh kiai Nur Alam dinamakanlah dusun Panggulan
atau Pa-Unggulan yang artinya hebat.
Dusun
Ro’ Soro’ memiliki dua versi asal usul
diberikannya nama Ro; Soro’ untuk dusun tersebut. Riwayat pertama menceritakan
bahwa nama Ro’ Soro’ adalah dusun
yang paling mudah untuk menemukannya sumber mata air, cukup menggali tanah
beberapa meter maka air akan muncul dari dalam tanah. Kata Soro’ atau Ngorok dalam bahasa Madura memiliki arti menggali tanah.
Riwayat
lain mengatakan bahwa kata Ro’ Soro’
berasal dari bahasa Indonesia yaitu Surau yang artinya adalah langgar (masjid kecil/musala tempat mengaji atau shalat, tetapi tidak
digunakan untuk shalat Jum’at). Konon dari
keempat dusun tersebut yang memiliki langgar/surau hanya dusun Ro’ Soro’ sedangkan dusun yang lain
tidak memiliki langgar/surau.
Dusun
yang terakhir adalah Ares Tengah merupakan dusun yang sangat berpengaruh
ketimbang dari ketiga dusun yang lain, namun diriwayatkan bahwa warga Ares Tengah
memiliki sifat yang kurang baik, yaitu setengah-setengah (tidak totalitas)
dalam berbagai hal. Meskipun begitu warga dusun Ares Tengah pernah menjadi
kepala desa dalam 3 periode yaitu pak Arjei, pak Muasfat, dan pak Hamzah. Setelah
itu desa Kebundadap Timur dipimpin oleh warga dusun Ro’ Soro’ dalam 1 periode dan dilanjutkan oleh warga Katapang dalam 2 periode yang terakhir
dan masih menjadi kepala desa ialah dari warga dusun Panggulan.